Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika 2005 adalah pertemuan antara para kepala negara negara-negara Asia dan Afrika yang diadakan di Jakarta dan Bandung, Indonesia dari 19-24 April 2005. Pembukaan resminya dilakukan pada 22 April oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.
Konferensi ini dilaksanakan untuk memperingati 50 tahun Konferensi Asia-Afrika yang pertama di Bandung pada tahun 1955. Temanya adalah "Reinvigorating the Bandung Spirit: Working Towards a New Asian-African Strategic Partnership" (Mengembalikan Semangat Bandung: Bekerja Menuju Kerjasama Strategis Asia-Afrika yang Baru).
Konferensi ini dilaksanakan untuk memperingati 50 tahun Konferensi Asia-Afrika yang pertama di Bandung pada tahun 1955. Temanya adalah "Reinvigorating the Bandung Spirit: Working Towards a New Asian-African Strategic Partnership" (Mengembalikan Semangat Bandung: Bekerja Menuju Kerjasama Strategis Asia-Afrika yang Baru).
KTT Asia–Afrika 2005 menghasilkan NAASP (New Asian-African Strategic Partnership, Kerjasama Strategis Asia-Afrika yang Baru), yang diharapkan akan membawa Asia dan Afrika menuju masa depan yang lebih baik berdasarkan ketergantungan-sendiri yang kolektif dan untuk memastikan adanya lingkungan internasional untuk kepentingan para rakyat Asia dan Afrika.
Pertemuan ini dilaksanakan saat adanya ketegangan antara Jepang dan Republik Rakyat Cina mengenai dihapuskannya sejarah Jepang yang kelam pada masa Perang Dunia II dari buku-buku teks Jepang. Kepala negara dari kedua negara tersebut kemudian bertemu di sela-sela pertemuan itu untuk saling membicarakan hal tersebut.
Ada dua tempat yang digunakan untuk penyelenggaraan KTT tahun 2005 ini:
- Jakarta Convention Center, Jakarta
- Gedung Merdeka, Bandung - lokasi asli pertemuan 1955
Pidato Presiden China Hu Jintao pada Konferensi Asia Afrika 2005 (dok: indonesian.cri.cn) |
Peserta
KTT Asia-Afrika 2005 diikuti sebanyak 89 kepala negara/pemerintahan dan utusan khusus dari Asia dan Afrika, 10 perwakilan organisasi regional/sub-regional, 20 negara lain dan 11 organisasi internasional, 1.978 delegasi dan 1.426 perwakilan media domestik dan asing.
Para peserta di antaranya adalah Perdana Menteri Jepang, Junichiro Koizumi, Presiden Tiongkok, Hu Jintao, Sekjen PBB, Kofi Annan, Presiden Pakistan, Pervez Musharraf, Presiden Afganistan, Hamid Karzai, Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, Sultan Brunei, Hassanal Bolkiah dan Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki.
Hasil dari KAA 2005 adalah apa yang dikenal dengan nama Nawa Sila.
- (1) Dasa Sila Bandung yang dihasilkan dari KAA 1955;
- (2) Pengakuan atas keanekaragaman antara dan di dalam wilayah, termasuk sistem ekonomi dan sosial, dan tingkatan pembangunan;
- (3) Komitmen pada dialog terbuka, berlandaskan saling menghormati dan keuntungan bersama;
- (4) Memajukan kerja sama non-eksklusif dengan melibatkan seluruh stakeholders;
- (5) Pencapaian kerja sama praktis dan berkelanjutan berlandaskan keuntungan komparatif, kemitraan sejajar, visi dan pemilikan bersama, dan juga tekad bersama yang kuat untuk menangani tantangan-tantangan bersama;
- (6) Memajukan kemitraan berkelanjutan melalui melengkapi atau membangun inisiatif regional atau subregional yang sudah ada di Asia dan Afrika;
- (7) Memajukan masyarakat yang adil, demokratik, terbuka, bertanggung jawab, dan harmonis;
- (8) Memajukan dan melindungi hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental, termasuk hak untuk membangun;
- (9) Memajukan upaya-upaya kolektif dan terpadu dalam forum-forum multilateral.
Pada bagian penutup Deklarasi NAASP, disebutkan perlunya memajukan kerja sama nyata di antara kedua benua di bidang-bidang seperti perdagangan, industri, investasi, keuangan, turisme, teknologi komunikasi dan informasi, energi, kesehatan, transportasi, pertanian, sumber daya air, dan perikanan.
Kemitraan Strategis Asia-Afrika juga diharapkan juga berkiprah dalam masalah-masalah seperti konflik bersenjata, senjata pemusnah massal, kejahatan transnasional dan terorisme, yang sangat mendasar untuk memastikan perdamaian, stabilitas, dan keamanan. Negara-negara Asia-Afrika juga membulatkan tekad untuk menghindari konflik dan menyelesaikan persengketaan melalui jalan-jalan damai dan berusaha keras mencari mekanisme-mekanisme inovatif untuk membangun saling percaya dan penyelesaian sengketa, termasuk pembangunan perdamaian pascakonflik.
Dalam Deklarasi NAASP juga ditegaskan tiga pilar untuk mendukung keberlanjutan NAASP, yaitu forum antarpemerintah, organisasi-organisasi subregional, dan interaksi orang per orang, khususnya kalangan bisnis, akademik, dan masyarakat sipil. Disebut juga mekanisme lanjutan untuk mengembangkan sekaligus terus mengevaluasi proses NAASP, yaitu pertemuan tingkat tinggi setiap empat tahun, pertemuan para menteri luar negeri setiap dua tahun, dan pertemuan menteri sektoral dan pertemuan teknis lainnya bilamana dibutuhkan.
Dari berbagai rumusan hasil KAA 2005 itu memang tergambar tekanan yang cukup besar pada keharusan kerja sama lebih erat, seimbang, dan saling mendukung antara negara-negara di Asia dan Afrika. Di sisi lain, dicerminkan juga tekad Asia-Afrika untuk memperkuat kembali multilateralisme dalam menanggulangi permasalahan global maupun regional.
Rumusan hasil akhir KAA 2005 itu memang sifatnya masih sangat umum dan barangkali terkesan "abstrak" alias belum konkret. Namun sebagaimana ditekankan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, pertemuan itu adalah pertemuan pertama negara-negara Asia-Afrika setelah 50 tahun lalu pertemuan pertama diselenggarakan. Dengan demikian, komitmen-komitmen yang sudah dicapai itu sudah merupakan hasil yang maksimal dari kepentingan, pemikiran, dan pandangan sekitar 100 negara Asia-Afrika yang menghadiri KAA 2005.
Dari segi penyelenggaraan, KAA 2005 berlangsung dengan lancar, aman, dan tidak memunculkan permasalahan yang signifikan. Wajarlah bila banyak delegasi peserta KAA memuji Indonesia, rakyat, dan Pemerintah Indonesia yang mampu menghimpun negara sebanyak itu meski baru saja dirundung berbagai bencana. Inilah pertanda kebangkitan kembali Indonesia dalam forum internasional. Jika pada tahun 1955, seperti disampaikan saksi sejarah KAA 1955 Roeslan Abdulgani, mereka yang hadir tidak pernah menyangka dampak KAA 1955 akan mengubah peta politik dunia, kita pun mungkin akan mengetahui persis dampak KAA 2005 beberapa tahun dari sekarang.
Ditulis Oleh: Rochimudin ~ Untuk Pendidikan Indonesia
Artikel Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (KAA) 2005
Semoga bermanfaat.
Terimakasih atas kunjungan dan kesediaan Anda membaca artikel ini.
Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar baik FB comment maupun comment di blog. Sebaiknya berikan comment selain di FB comment agar cepat teridentifikasi.
Indonesia sangat bagus karena telah mengadakan konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika sehingga Indonesia dapat menciptakan prinsip Nawa Sila (Azza)
BalasHapusSaya sangat bangga menjadi warga negara indonesia.... Bandung dipilih menjadi tempat penyelenggaraan 50 tahun nya KAA ... Banyak delegasi peserta KAA memuji Indonesia, rakyat, dan Pemerintah Indonesia yang mampu menghimpun negara sebanyak itu meski baru saja dirundung berbagai bencana, itu luar biasa dan pasti akan membangkitkan eksistensi dan semangat Indonesia di forum Internasional... juga pasti Negara Indonesia akan merasakan dampak-dampak positif dari hubungan internasinal tersebut termasuk KAA. (Anandya/XI IPA 6/02)
BalasHapusSama mbak, kita patut bangga. Itu merupakan salah satu pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif.
HapusSaya sangat kagum dengan Indonesia yang dapat menyelenggarakan Kenferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika yang ke-2 setelah tahun 1955 yang telah menghimpun negara-negara di benua Asia-Afrika yang sebanyak itu meski Indonesia baru saja dirundung berbagai bencana pada tahun tersebut. dan yang lebih membanggakan lagi KAA 2005 dapat berlangsung dengan lancar dan menghasilkan sembilan prinsip yang disebut dengan Nawa Sila. Semoga hasil dari KAA 2005 dapat dilaksanakan dengan baik dan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan harapan peserta KAA 2005. Dan harapan saya semoga KAA dapat diselenggarakan lagi pada tahun-tahun berikutnya. (Dian Rosalina)
BalasHapusYa itulah salah satu kebanggaan negara kita. Mampu menjadi tuan rumah dan pemrakarsa yang baik.
HapusBarusan liat tivi ternyata banyak dari masyarakat kita yang masih belum tau tujuan diadakannya KAA, ini sangat kontras dengan pemikiran sang legend leader kita bung karno..semoga Indonesia lebih dihargai lagi oleh bangsa lain..
BalasHapusMenjadi tugas yg belum tahu untuk memberi info, atau lihat blog tulisan ini. Trims atas kunjungannya.
Hapus