Selamat Membaca. Semoga dapat membantu Anda dalam memperoleh informasi yang diinginkan.
“Bertambah usia, artinya berkuranglah jatah hidup ini. Tetapi itu tidak mengurangi eratnya pengabdian. Bahkan seiring berjalannya waktu, pengabdian dan dharma bakti kita harus semakin kokoh dan profesional. Semoga Tuhan memberi umur panjang yang penuh dengan manfaat dan kebaikan”.

Selasa, 30 April 2013

Perjanjian Internasional

Rochimudin | Selasa, 30 April 2013 | 12.49 |
Bagian dari modul Hubungan & Organisasi Internasional (2)
Mapel PKN Kelas XI Semester 2 SMA
perdagangan bebas
(dok: vincentkurniadi.blogspot.com)

Standar Kompetensi :
Menganalisis hubungan internasional
Kompetensi Dasar :
Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional.
Indikator:
Pertemuan 1:
  • 1. Menjelaskan pengertian dan penggolongan perjanjian perjanjian internasional
  • 2. Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional
  • 3. Menjelaskan bahwa tahap-tahap perjanjian internasional harus dilaksanakan sesuai ketentuan baik ditinjau dari aspek politik, ekonomi maupun hukum
  • 4. Menjelaskan pengertian ratifikasi dalam proses pembuatan perjanjian internasional
  • 5. Mengidentifikasi protocol kyoto dalam peranannya mengendalikan laju global warming.
  
Pertemuan 2:
  • 1. Menjelaskan mulai berlakunya perjanjian internasional sesuai ketentuan baik ditinjau dari aspek politik, sosiologi, ekonomi, maupun hukum.
  • 2. Menjelaskan berakhirnya perjanjian internasional sesuai ketentuan baik ditinjau dari aspek politik, ekonomi, maupun  hukum
  • 3. Menjelaskan batalnya perjanjian internasional sesuai ketentuan baik ditinjau dari aspek politik, ekonomi maupun hukum

Tujuan Pembelajaran :
Pertemuan 1:
Dengan diskusi siswa diharapkan dapat:
  • 1. Menjelaskan pengertian dan penggolongan perjanjian perjanjian internasional
  • 2. Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional
  • 3. Menjelaskan bahwa tahap-tahap perjanjian internasional harus dilaksanakan sesuai ketentuan baik ditinjau dari aspek politik, ekonomi maupun hukum
  • 4. Menjelaskan pengertian ratifikasi dalam proses pembuatan perjanjian internasional
  • 5. Mengidentifikasi protocol kyoto dalam peranannya mengendalikan laju global warming.

Pertemuan 2:
Dengan diskusi siswa diharapkan dapat:
  • 1. Menjelaskan mulai berlakunya perjanjian internasional sesuai ketentuan baik ditinjau dari aspek politik, sosiologi, ekonomi, maupun hukum.
  • 2. Menjelaskan berakhirnya perjanjian internasional sesuai ketentuan baik ditinjau dari aspek politik, ekonomi, maupun  hukum
  • 3. Menjelaskan batalnya perjanjian internasional sesuai ketentuan baik ditinjau dari aspek politik, ekonomi maupun hukum 

Petunjuk Belajar Modul:
  • 1. Dengan modul ini diharapkan siswa dapat belajar secara mandiri konsep perjanjian internasional tanpa atau dengan bimbingan guru.
  • 2. Modul ini dikembangkan dari konsep yang mudah ke yang sulit, dari konsep nyata ke konsep yang abstrak dan dari konsep yang sederhana ke konsep yang rumit.
  • 3. Belajarlah secara berkelompok dengan anggota kelompok maksimal 6 orang.
  • 4. Baca baik-baik Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Tujuan Pembelajaran.

Prasyarat Sebelum Belajar:
Sebelum mempelajari materi perjanjian internasional, peserta didik diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai apersepsi:
  • 1. Jelaskan pengertian perjanjian internasional!
  • 2. Sebutkan penggolongan perjanjian perjanjian internasional!
  • 3. Jelaskan pentingnya hubungan internasional!


Materi Pembelajaran:


Pendahuluan
Pada pertemuan sebelumnya kita sudah membahas mengenai hubungan internasional. Suatu negara tentu tidak akan ada yang bisa lepas dari hubungan dengan negara lain karena adanya saling ketergantungan antara negara-negara di dunia. Dalam hubungan internasional yang dilakukan oleh suatu negara akan menimbulkan hubungan hukum antara keduanya. Hubungan hukum tersebut berupa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing negara yang mengadakan hubungan internasional. Hubungan internasional akan lebih kuat dan terjaga jika diadakan perjanjian internasional.


Perjanjian Internasional memiliki kedudukan yang penting dalam hubungan internasional, yaitu: 1) akan menjamin kepastian hukum (hak dan kewajiban) dari negara-negara yang mengadakan hubungan internasional; 2) Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama Negara-negara yang mengadakan hubungan internasional. Selain itu disebutkan dalam Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional bahwa Perjanjian Internasional ini merupakan sumber utama dari sumber-sumber hukum internasional.

Pengertian perjanjian internasional
  • Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M., perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
  • Oppenheimer-Lauterpacht, perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya.
  • G. Schwarzenberger, perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Perjanjian internasional dapat berbentuk bilateral maupun multirateral. Subjek-subjek hukum dalam hal ini selain lembaga-lembaga internasional, juga negara-negara.
  • Konvensi Wina 1969, Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa perjanjian internasional akan menimbulkan akibat hukum yang harus dipenuhi oleh masing-masing negara agar tujuan diadakannya perjanjian internasional dapat dicapai dengan baik.

Azas-azas / prinsip dalam perjanjian internasional

  • Pacta sun servanda, yaitu para pihak yang terikat pada suatu perjanjian, harus entaati perjanjian yang telah dibuatnya. (perjanjian internasional mengikat dan berlaku sebaai undang-undang bagi para pihak)
  • Good faith (itikad baik) yaitu semua pihak yang terikat dalam suatu perjanjian internasional harus beritikad baik untuk melaksanakan isi perjanjian
  • Rebus sic stantibus, yaitu suatu perjanjian internasional boleh dilanggar dengan syarat adanya perubahan yang fundamental, artinya jika perjanjian internasional tersebut dilaksanakan maka akan bertentangan dengan kepentingan umum pada negara bersangkutan

Istilah-istilah dalam perjanjian internasional
Beberpa istilah perjanjian internasional, antara lain:
  • Traktat (treaty), perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dari dua negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup bidang politik dan ekonomi.
  • Konvensi (convention), persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusan dengan kebijakan tingkat tinggi (high policy).
  • Protokol (protocol), persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala negara. Biasanya protocol mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausal-kalusal tertentu.
  • Persetujuan (agreement), perjanjian yang bersifat teknis atau administrative. Persetujuan ini tidak perlu ratifikasi karena tidak seresmi traktat atau konvensi.
  • Charter, istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administrative. Misalnya Atlantic Charter 1941 yang mengilhami berdirinya PBB.
  • Pakta (pact), istilah yang menunjukkan suatu perjanjian yang lebih khusus. Misalnya Pakta pertahanan NATO, SEATO.
  • Piagam (statute), himpunan peraturan yang ditetapkan oleh peraetujuan internasional.
  • Deklarasi (declaration), perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat jika menerangkan suatu judul dari batang tubuh ketentuan traktat, dan sebagai dokumen tidak resmi apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi.

Macam-macam perjanjian internasional
Perjanjian internasional dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu :

1) Berdasarkan Para Pihak

Berdasarkan para pihak perjanjian terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
Perjanjian Bilateral, yaitu perjanjian antar dua negara atau dua organisasi. Perundingan dalam perjanjian ini disebut dengan istilah pembicaraan (talk).
Perjanjian Multilateral, yaitu perjanjian yang diadakan oleh beberapa negara atau organisasi. Perundingan dalam perjanjian ini disebut konferensi diplomatic (diplomatic conference).

2) Berdasarkan sifat perjanjian.

Berdasarkan sifatnya perjanjian terbagi menjadi dua, yaitu :
Treaty Contract, yaitu perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, misalnya perjanjian RI dengan RRC mengenai kewarganegaraan.
Law Making Treaty, yaitu perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar dan kaidah hukum internasional, misalnya Konvensi Hukum Laut tahun 1958, Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatic dan Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.

Tahap-Tahap Perjanjian Internasional

Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional adalah sebagai berikut :

1) Tahap Perundingan (negotiation)

Pada tahap ini pihak-pihak akan mempertimbangkan terlebih dahulu materi yang hendak dicantumkan dalam naskah perjanjian. Materi tersebut ditinjua dari sudut pandang politik, ekonomi maupun keamanan dan juga mempertimbangkan akibat-akibat yang akan muncul setelah perjanjian disahka. Penunjukkan wakil suatu negara dalam perundingan diserahkan sepenuhnya kepada negara bersangkutan.

Untuk mencegah agar tidak terjadi pengatasnamaan negara secara tidak sah maka hukum internasional mengadakan ketentuan tentang kuasa penuh (full Power) yang harus dimiliki oleh perwakilan suatu negara dalam perundingan tersebut dengan menunjukkan Surat Kuasa Penuh, kecuali jika semua peserta konferensi menentukan bahwa Surat Kuasa Penuh tersebut tidak diperlukan. Penunjukkan surat kuasa penuh tidak berlaku bagi kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, kepala perwakilan diplomatic dan wakil suatu negara.

Perundingan yang dialakukan dalam perjanjian bilateral disebut dengan “talk”. Sedangkan dalam perjanjian multilateral disebut dengan “diplomatic conference”.

2) Tahap Penandatangan (signature)

Tahap penandatanganan diakhiri dengan penerimaan naskah (adoption of the text) dan pengesahan (authentication of the text). Apabila koferensi tidak menentukan cara pengesahan maka pengesahan dapat dilakukan dengan penendatanganan, penandatanganan sementara atau pembubuhan paraf. Dengan menandatangani suatu naskah perjanjian, berarti suatu negara telah menyetujui untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian. Selain melalui penandatanganan persetujuan untuk mengikat diri pada perjanjian dapat pula dilakukan melalui ratifikasi, pernyataan turut serta (acesion) atau menerima (acepance) suatu perjanjian.

3) Tahap Ratifikasi (ratification)

Meskipun delegasi suatu negara telah menandatangani suatu perjanjian internasional, tidak berarti bahwa negara tersebut secara otomatis terikat pada perjanjian itu. Negara tersebut baru terikat pada materi/ isi perjanjian setelah naskah tersebut diratifikasi. Ratifikasi adalah pengesahan naskah perjanjian internasional yang diberikan ole badan yang berwenang di suatu negara. Di Indonesia badan yang berwenang untuk meratifikasi suatu perjanjian adalah presiden dengan persetujuan DPR sesuai dengan pasal 11 ayat 1 UUD 1945, yang meyatakan, “Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan pernag, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Dalam praktiknya, pengesahan perjanjian internasional dapat dilakukan oleh :
  • 1. Pengesahan oleh badan eksekutif
  • 2. pengesahan oleh badan legislatif
  • 3. pengesahanoleh badan eksekutif dan legislatif.

Jenis dan sifat Perjanjian Internasional
Perjanjian Bilateral, bersifat khusus (treaty contract) dan tertutup. Treaty contract berarti perjanjian yang dilakukan hanya mengikat dua negara yang berjanji, contoh :

  • 1. Perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC (Republika Rakyat Cina) pada tahun 1955 tentang penyelesaian “dwikewarganegaraan”.
  • 2. Perjanjian antara Indonesia dengan Muangthai tentang “Garis Batas Laut Andaman” di sebalah utara Selat Malaka pada tahun 1971.
  • 3. Perjanjian “ekstradisi” antara Republik Indonesia dan Malaysia pada tahun 1974.
  • 4. Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai pertahanan dan keamanan wilayah kedua negara pada tanggal 16 Desember 1995.
Perjanjian Multilateral, sering disebut sebagai law making treaties karena biasanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat “terbuka.” Law making treaties berarti perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara (multilateral akan menjai hukum yang mengikat bagi masyarakat internasional secara menyeluruh. Ada beberapa contoh :
  • 1. Konvensi Jenewa, tahun 1949 tentang “Perlindungan Korban Perang”.
  • 2. Konvensi Wina, tahun 1961, tentang “Hubungan Diplomatik”.
  • 3. Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 tentang “Laut Teritorial, Zona Ber-sebelahan, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas Benua”.

Pelaksanaan Perjanjian Internasional

1) Ketaatan Terhadap Perjanjian 


Perjanjian harus dipatuhi (pacta sunt servada). Perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi pihak yang berjanji sehingga para pihak harus mentaatinya.
Kesadaran hukum nasional. Perjanjian akan dipatuhi jika tidak bertentangan dengan hukum nasional negara bersangkutan.

2) Kedudukan Negara Bukan Peserta

Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhinya. Akan tetapi, bila perjanjian itu bersifat multilateral (PBB) atau objeknya besar (Terusan Suez, Panama, Selat Malaka dan lain-lain), mereka dapat juga terikat, apabila:
  1. Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu, dan
  2. Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.

3) Pembatalan Perjanjian Internasional

Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan, suatu perjanjian internasional dapat batal, antara lain :

  • 1. Negara peserta atau wakil kuasa penih melanggar ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya.
  • 2. Adanya unsur kesalahn (error) pada saat perjanjian dibuat.
  • 3. Adanya unsur penipuan dari negara peserta tertentu terhadap negara peserta lain waktu pembentukan perjanjian.
  • 4. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan (corruption), baik melalui kelicikan atau penyuapan.
  • 5. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan ancaman maupun penggunaan kekuatan.
  • 6. Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional umum.

4) Berakhirnya Perjanjian Intenasional

  • Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena:
  • 1. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
  • 2. Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.
  • 3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu.
  • 4. Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
  • 5. Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.
  • 6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.
  • 7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.


Pengesahan Pernjanjian Internasional di Indonesia

Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.

Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu melalui Surat Presiden No. 2826/HK/1960 mencoba menjabarkan lebih lanjut Pasal 11 UUD 1945 tersebut.

Pengaturan tentang perjanjian internasional selama ini yang dijabarkan dalam bentuk Surat Presiden No. 2826/HK/1960, tertanggal 22 Agustus 1960, yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi pedoman dalam proses pengesahan perjanjian internasional selama bertahun-tahun. Pengesahan perjanjian internasional menurut Surat Presiden ini dapat dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden, tergantung dari materi yang diatur dalam perjanjian internasional. Tetapi dalam prateknya pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi penyimpangan sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai perjanjian internasional.
Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam Undang Undang No. 24 Tahun 2000, adapun isi yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah:
1. Ketentuan Umum
2. Pembuatan Perjanjian Internasional
3. Pengesahan Perjanjian Internasional
4. Pemberlakuan Perjanjian Internasional
5. Penyimpanan Perjanjian Internasional
6. Pengakhiran Perjanjian Internasional
7. Ketentuan Peralihan
8. Ketentuan Penutup


Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori yaitu:
  • 1. Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional;
  • 2. Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;
  • 3. Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut;
  • 4. Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self-executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan).

Dalam suatu pengesahan perjanjian internasional penandatanganan suatu perjanjian tidak serta merta dapat diartikan sebagai pengikatan para pihak terhadap perjanjian tersebut. Penandatanganan suatu perjanjian internasional memerlukan pengesahan untuk dapat mengikat. Perjanjian internasional tidak akan mengikat para pihak sebelum perjanjian tersebut disahkan.

Seseorang yang mewakili pemerintah dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan negara terhadap perjanjian internasional memerlukan Surat Kuasa (Full Powers). Pejabat yang tidak memerlukan surat kuasa adalah Presiden dan Menteri.

Tetapi penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun non-departemen, dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa.

Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian interansional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan yang diatur dalam undang-undang.Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden. Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR. Pengesahan dengan keputusan Presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.

Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:

  • - masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
  • - perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara;
  • - kedaulatan atau hak berdaulat negara;
  • - hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
  • - pembentukan kaidah hukum baru;
  • - pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta pertanggung jawaban atau keterangan dari pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian internasional tersebut dapat dibatalkan atas permintaan DPR, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang No. 24 tahun 2000.
Indonesia sebagai negara yang menganut paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa:
”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.” 

Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Perjanjian internasional sesuai dengan UU No. 24 tahun 2000, diratifikasi melalui undang-undang dan keputusan presiden. Undang-undang ratifikasi tersebut tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia sebagai negara terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk perjanjian internasional tersebut berlaku perlu dibuat undang-undang yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional yang diratifikasi, contoh Indonesia meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus membuat undang-undang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam undang-undang yang lebih spesifik.

Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam pemberlakuannya, biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu pelaksana teknis terhadap perjanjian induk. Perjanjian internasional seperti ini dapat lansung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara lain yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.

Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah perjanjian yang materinya mengatur secara teknis kerjasama bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan kesehatan, pertanian, kehutanan dan kerjasam antar propinsi atau kota. Perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.


Protocol Kyoto dalam peranannya mengendalikan laju global warming

Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.
Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober 2003)
Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.

Status Persetujuan
Pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh emisi. Negara-negara tidak perlu menanda tangani persetujuan tersebut agar dapat meratifikasinya: penanda tanganan hanyalah aksi simbolis saja. Daftar terbaru para pihak yang telah meratifikasinya ada di sini.
Menurut syarat-syarat persetujuan protokol, ia mulai berlaku "pada hari ke-90 setelah tanggal saat di mana tidak kurang dari 55 Pihak Konvensi, termasuk Pihak-pihak dalam Annex I yang bertanggung jawab kepada setidaknya 55 persen dari seluruh emisi karbon dioksida pada 1990 dari Pihak-pihak dalam Annex I, telah memberikan alat ratifikasi mereka, penerimaan, persetujuan atau pemasukan." Dari kedua syarat tersebut, bagian "55 pihak" dicapai pada 23 Mei 2002 ketika Islandia meratifikasi. Ratifikasi oleh Rusia pada 18 November 2004 memenuhi syarat "55 persen" dan menyebabkan pesetujuan itu mulai berlaku pada 16 Februari 2005.
Hingga 3 Desember 2007, 174 negara telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia dan 25 negara anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria.
Ada dua negara yang telah menanda tangani namun belum meratifikasi protokol tersebut:
Pada awalnya AS, Australia, Italia, Tiongkok, India dan negara-negara berkembang telah bersatu untuk melawan strategi terhadap adanya kemungkinan Protokol Kyoto II atau persetujuan lainnya yang bersifat mengekang. Namun pada awal Desember 2007 Australia akhirnya ikut seta meratifikasi protokol tersebut setelah terjadi pergantian pimpinan di negera tersebut.

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan jelas dan benar.

  • 1. Jelaskan pengertian perjanjian internasional!
  • 2. Sebutkan penggolongan perjanjian perjanjian internasional!
  • 3. Jelaskan pentingnya hubungan internasional!
  • 4. Sebutkan dan jelaskan tahap-tahap perjanjian internasional
  • 5. Jelaskan pengertian ratifikasi dalam perjanjian internasional!
Kunci jawaban:
1. Pengertian perjanjian internasional yaitu perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.
2. Penggolongan perjanjian perjanjian internasional yaitu:
1) Berdasarkan Para Pihak
Berdasarkan para pihak perjanjian terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
Perjanjian Bilateral, yaitu perjanjian antar dua negara atau dua organisasi. Perundingan dalam perjanjian ini disebut dengan istilah pembicaraan (talk).
Perjanjian Multilateral, yaitu perjanjian yang diadakan oleh beberapa negara atau organisasi. Perundingan dalam perjanjian ini disebut konferensi diplomatic (diplomatic conference).


2) Berdasarkan sifat perjanjian. Berdasarkan sifatnya perjanjian terbagi menjadi dua, yaitu :

Treaty Contract, yaitu perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, misalnya perjanjian RI dengan RRC mengenai kewarganegaraan. Law Making Treaty, yaitu perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar dan kaidah hukum internasional, misalnya Konvensi Hukum Laut tahun 1958, Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatic dan Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang. 
3. Perjanjian Internasional memiliki kedudukan yang penting dalam hubungan internasional, yaitu: 
1) akan menjamin kepastian hukum (hak dan kewajiban) dari negara-negara yang mengadakan hubungan internasional; 
2) Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama Negara-negara yang mengadakan hubungan internasional. Selain itu disebutkan dalam Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional bahwa Perjanjian Internasional ini merupakan sumber utama dari sumber-sumber hukum internasional.


4. Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional adalah sebagai berikut :
1)  Tahap Perundingan (negotiation)
Pada tahap ini pihak-pihak akan mempertimbangkan terlebih dahulu materi yang hendak dicantumkan dalam naskah perjanjian. Materi tersebut ditinjua dari sudut pandang politik, ekonomi maupun keamanan dan juga mempertimbangkan akibat-akibat yang akan muncul setelah perjanjian disahka. Penunjukkan wakil suatu negara dalam perundingan diserahkan sepenuhnya kepada negara bersangkutan.
Untuk mencegah agar tidak terjadi pengatasnamaan negara secara tidak sah maka hukum internasional mengadakan ketentuan tentang kuasa penuh (full Power) yang harus dimiliki oleh perwakilan suatu negara dalam perundingan tersebut dengan menunjukkan Surat Kuasa Penuh, kecuali jika semua peserta konferensi menentukan bahwa Surat Kuasa Penuh tersebut tidak diperlukan. Penunjukkan surat kuasa penuh tidak berlaku bagi kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, kepala perwakilan diplomatic dan wakil suatu negara.
Perundingan yang dialakukan dalam perjanjian bilateral disebut dengan “talk”. Sedangkan dalam perjanjian multilateral disebut dengan “diplomatic conference”.

2)  Tahap Penandatangan (signature)
Tahap penandatanganan diakhiri dengan penerimaan naskah (adoption of the text) dan pengesahan (authentication of the text). Apabila koferensi tidak menentukan cara pengesahan maka pengesahan dapat dilakukan dengan penendatanganan, penandatanganan sementara atau pembubuhan paraf. Dengan menandatangani suatu naskah perjanjian, berarti suatu negara telah menyetujui untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian. Selain melalui penandatanganan persetujuan untuk mengikat diri pada perjanjian dapat pula dilakukan melalui ratifikasi, pernyataan turut serta (acesion) atau menerima (acepance) suatu perjanjian.

3) Tahap Ratifikasi (ratification)

Meskipun delegasi suatu negara telah menandatangani suatu perjanjian internasional, tidak berarti bahwa negara tersebut secara otomatis terikat pada perjanjian itu. Negara tersebut baru terikat pada materi/ isi perjanjian setelah naskah tersebut diratifikasi.
 
5. Pengertian ratifikasi yaitu Ratifikasi adalah pengesahan naskah perjanjian internasional yang diberikan ole badan yang berwenang di suatu negara. Di Indonesia badan yang berwenang untuk meratifikasi suatu perjanjian adalah presiden dengan persetujuan DPR sesuai dengan pasal 11 ayat 1 UUD 1945, yang meyatakan, “Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan pernag, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Dalam praktiknya, pengesahan perjanjian internasional dapat dilakukan oleh :
  • Pengesahan oleh badan eksekutif
  • pengesahan oleh badan legislatif
  • pengesahanoleh badan eksekutif dan legislatif.

Referensi
  • Tim Penulis. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI. Semarang: Pemkot Semarang.
  • Chotip, dkk. 2007. Kewarganegaraan 2 Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Yudhistira.
  • Sujiyanto dan Muhlisin. 2007. Praktik Belajar Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Ganeca Exact.
  • Tim Penyusun. 2012. LKS Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI. Semarang: MGMP.
  • http://catatanpkn.wordpress.com/2011/07/03/hubungan-internasiona (26 Desember 2012)
  • Hadi Abdul Aziz Kammis, SH. 2010/2011. Modul Hubungan Internasional. MAN KALABAHI
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto 

Get free daily email updates!

Follow us!


Ditulis Oleh: Rochimudin ~ Untuk Pendidikan Indonesia

Artikel Perjanjian Internasional Semoga bermanfaat. Terimakasih atas kunjungan dan kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar baik FB comment maupun comment di blog. Sebaiknya berikan comment selain di FB comment agar cepat teridentifikasi.

Artikel Berkaitan:

4 komentar:

  1. Alberta Ira Prabasiwi : Perjanjian Internasional mempermudah suatu hubungan antar negara yang bersangkutan dan memiliki ketentuan- ketentuan tertentu. Pak Ochim kalo ngajar dikelas materinya diperdalam ya biar mudeng. Thanks

    BalasHapus
  2. Fachreza : Perjanjian Internasional dapat mempererat hubungan antar negara dan mempermudah antar negara untuk saling membantu dan berkomunikasi.

    BalasHapus
  3. Bagus, terima kasih, sangat membantu.

    BalasHapus

    Enter your email address:

    Delivered by FeedBurner

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
//