ACFTA |
ACFTA adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Cina. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010.
Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas
terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam
ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA.
Usulan pembentukan kawasan ini dicetuskan Cina pada bulan November 2000. Pada saat itu Cina memprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra dagang utama ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa. Pada rentang waktu antara 2003 dan 2008, volume perdagangannya dengan ASEAN tumbuh dari US$59.6 milyar menjadi US$192.5 milyar. Cina juga diprediksi menjadi negara eksporter dunia terbesar pada tahun 2010.
Sumber: wikipedia.org |
Peta ACFTA |
Perjanjian
ACFTA ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan KEPPRES
No.48 tahun 2004 dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2010.
Namun yang jadi kendala utama pelaksanaan berlakunya perjanjian ACFTA di
Indonesia, bahwa ternyata banyak pihak yang meminta agar waktu
berlakunya perjanjian ini agar direnegoisasi kembali oleh pemerintah,
yang menurut prediksi para pelaku bisnis dan pemerhati ekonomi Indonesia
akan dapat merontokkan ketahanan ekonomi nasional dari serbuan produk
China yang masuk ke Indonesia. Adapun yang perlu diperhatikan
selanjutnya oleh pemerintah Indonesia dalam merenegosi-asikan kembali
ACFTA dalam lingkup pos-pos tertentu yang dianggap belum siap menghadapi
pelaksanaan ACFTA di Indonesia, maka pemerintah dalam pengertian paham
monisme yang dianut pada UU No. 24 tahun 2004, khususnya Pasal 4 ayat
(2) dapat mengarahkan kepada kesamaan kedudukan dan saling menguntungkan
antarnegara peserta. Namun kendalanya adalah UU ini hanya berlaku di
Indonesia, maka tugas pemerintah yang paling berat adalah meyakinkan
negara sesama anggota ASEAN agar mendukung rencana yang diusung
pemerintah Indonesia mengenai ketidak siapan beberapa post yang belum
siap sepenuhnya menghadapi akibat dari pelaksanaan perdagangan bebas
ACFTA di Indonesia.
Selanjutnya,
langkah yang tidak kalah pentingnya adalah membuat aturan yang jelas
perihal persamaan kedudukan para negara peserta dalam perjanjian ACFTA
ini, demi untuk menghindarkan dominasi negara terkuat khususnya mengenai
penentuan harga-harga atas produk barang maupun jasa, (angan sampai
Indonesia hanya menjadi Price Taker, sementara Negara Maju menjadi Price
Maker.
Menyediakan
dan membentuk aturan yang tegas terkait dengan ketentuan standar
nasional dari beberapa negara peserta dan ketentuan anti dumping.
Sehingga dengan adanya aturan main yang jelas tersebut, akan dapat
ditentukan standar minimum yang harus dipenuhi untuk dapat menembus
pangsa pasar yang disepakati dalam perjanjian ACFTA, disamping dengan
adanya ketentuan yang jelas akan sanksi dan aturan anti dumping juga
akan dapat menciptakan fair trade competition dan bukan unfair trade
competion. Disinilah fungsi utama pemerintah sebagai pemegang kewenangan
atas regulasi, memproteksi ketahanan perekonomian nasional dari
gempuran masuknya produk-produk asing ke dalam negeri.
Tahun
2009 yang penuh tantangan telah kita lewati. Kita patut bersyukur di
bawah tekanan perekonomian global yang masih belum sepenuhnya pulih,
perekonomian nasional masih mampu tumbuh.
Dari
sisi fundamental, sejumlah indikator menunjukkan bahwa kondisi ekonomi
makro Indonesia saat ini lebih meyakinkan. KADIN mencatat, pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga 2009 sudah kembali naik menjadi
4,2 persen dari angka terendah 4,0 persen pada triwulan sebelumnya. Laju
inflasi tahun 2009 mencatat angka terendah sebesar 2,7 persen.
Sementara itu, nilai tukar mulai stabil pada kisaran Rp 9.000-Rp 9.500
per dollar AS. Ekspor year on year sudah beberapa bulan terakhir
meningkat kembali, juga pertumbuhan produksi industri besar dan
menengah. Penjualan sepeda motor, mobil, dan semen menggeliat. Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) menembus 2.600 pada minggu kedua Januari
2010 dan masih bertahan hingga akhir minggu lalu. Tercatat pada hari
penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2009, investor asing membeli
lebih dari satu miliar saham (Rp 2,5 triliun) dan melakukan transaksi
jual 700-an juta lembar saham (Rp 1,7 triliun) sehingga pada posisi
pembelian bersih. Porsi asing tampaknya juga mendominasi. Modal asing
meminati Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Tercatat pada akhir 2009 investor asing membeli SBI Rp 44,1 triliun dan
pada akhir minggu pertama Januari 2010 menjadi Rp 49,5 triliun.
Sedangkan investor asing membeli SUN hingga akhir tahun lalu mencapai Rp
106,3 triliun dan pada minggu pertama Januari 2010 menjadi Rp 109
triliun. Data di perbankan hingga November tahun lalu menunjukkan bahwa
sejumlah Rp 1.398 triliun kredit tersalurkan dengan penekanan pada
kredit sektor perdagangan, restoran dan hotel mencapai Rp 290 triliun,
kredit manufaktur Rp 243 triliun, jasa dunia usaha Rp 146 triliun, dan
sisanya untuk pertanian, pertambangan, peralatan, konstruksi,
pengangkutan, dan telekomunikasi.Karena itu, International Institute for
Management Development dalam publikasi tahunan terbarunya, World
Competitiveness Yearbook (2009), menempatkan daya saing Indonesia di
posisi ke-42 tahun 2009 dari urutan ke-51 tahun 2008. Memang harus
diakui bahwa peningkatan kondisi Makro ini bukan disebabkan oleh
pembenahan mendasar di dalam negeri, melainkan lebih karena
negara-negara lain banyak yang terkapar akibat krisis global. Kendatipun
demikian, momentum ini harus cepat dimanfaatkan untuk melakukan
perbaikan terhadap unsur-unsur utama penentu daya saing. Jika kita
abaikan lagi, negara-negara yang kini mengalami kesulitan ekonomi akan
segera pulih dan berpotensi segera mengejar Indonesia.
ACFTA, RI-China Bikin Tujuh Kesepakatan
Pemerintah Indonesia dan China siap menjalin kerjasama terkait
ASEAN-China Free Trade Agreement. Ada lima kesepakatan, di antaranya
China mengizinkan pembukaan cabang Bank Mandiri dan pinjaman kepada
LPEI, serta membuka fasilitas kredit ekspor untuk pembangunan
infrastruktur di Indonesia.
Dalam Pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission Meeting/JMC) ke-10 di Yogyakarta, Sabtu 3 April 2010, Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Sedangkan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming. JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama keuangan dan pembangunan.
Dalam Pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission Meeting/JMC) ke-10 di Yogyakarta, Sabtu 3 April 2010, Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Sedangkan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming. JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama keuangan dan pembangunan.
JCM ke-10 hari ini dilaksanakan dalam suasana persahabatan dan kerjasama sehingga menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Beberapa hasil kesepakatan tersebut antara lain:
Pertama, pihak China sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis (pisang, nenas, rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar China.
Kedua, kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working Group on Trade Resolution/WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di RRT demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan.
Ketiga, atas permintaan Indonesia, dalam JCM ini delegasi RRT menyetujui pembukaan cabang Bank Mandiri di RRT , sehingga akan memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara.
Keempat, kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI. Pinjaman tersebut akan digunakan oleh LPEI sebagai fasilitas kredit untuk mendukung perusahaan-perusahaan di kedua negara terkait dengan proyek-proyek perdagangan dan investasi dalam berbagai sektor-sektor prioritas yang disetujui oleh kedua belah pihak termasuk perdagangan dan investasi barang modal, proyek-proyek sektor infrastruktur, energi dan konstruksi;
Kelima, kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin.
Sementara, pembangunan Waduk Jati Gede masih dalam proses. Terdapat pula 6 proyek baru yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu: pembangkit Listrik Tenaga Uap Parit Baru (Kalimantan Barat) dan pengadaan material untuk jalur sepanjang 1.000 km and 200 unit turn out yang masih dalam proses pengadaan; serta konstruksi Jalan Tol antara Medan dan Kuala Namu (Sumatera Utara); Jembatan Tayan (Kalimantan Barat); Pengembangan Jalan Tol Tahap I: Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Jawa Barat); dan Jembatan Kendari (Sulawesi Tenggara).
Keenam, kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan ditandatangani pada saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada akhir bulan ini.
Ketujuh, membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation) yang antara lain berisi:
a. Deklarasi Bersama antara Indonesia dan RRT mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan Negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerjasama perdagangan dan ekonomi antara kedua negara.
b. Berdasarkan Deklarasi ini, kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan kedua banga dan negara.
c. Untuk mencapai tujuan tersebut, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) tetap menjadi dasar strategis dimana masing-masing pihak harus penuh mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
d. Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, dimana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan.
e. Agreed minutes ini merupakan upaya untuk menindaklanjuti concern beberapa industri di Indonesia terkait dengan dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA). Kedua pihak percaya bahwa komitmen bersama antara kedua pemerintah, disertai dengan komitmen-komitmen dari kedua komunitas bisnis, akan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut.
ACFTA membawa dampak terhadap industri-industri domestik dalam negeri hal ini membawa pengaruh terhadap stabilitas Indonesia. ini dilihat dari dua sektor industri yaitu industri tekstil dan alas kaki. Impor Indonesia dari China untuk barang-barang tekstil dan alas kaki mengalami peningkatan yang cukup signifikan, penyebabnya adalah harga yang murah dan lebih beragam. Hal ini mengakibatkan pasar domestik dikuasai oleh barang-barang China sehingga barang buatan dalam negeri tidak mampu bersaing.
Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian ACFTA ini membawa pemerintah melakukan strategi demi menyelamatkan industri-industri dalam negeri salah satunya dengan melakukan peningakatan daya saing, memproteksi produk dalam negeri sehingga produk–produk impor tidak menguasai pasar dalam negeri sehingga mampu tercipta peluang yang lebih besar untuk produk–produk dalam negeri menguasai pasar sendiri serta mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatakan stabilitas ekonomi indonesia.
Selain itu walaupun ACFTA banyak membawa pengaruh negatif terhadap industri-industri dalam negeri akan tetapi Indonesia masih bisa mendapatkan peluang yaitu dengan meningkatkan ekspor produk-produk unggulan dalam negeri, Indonesia harus jeli melihat peluang yanga ada agar dapat mengambil keuntungan yang mampu menopang perekonomian indoensia. Sementara itu, tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam bidang perdagangan luar negeri adalah bagaimana meningkatkan daya saing terhadap ekonomi negara-negara kawasan yang makin meningkat pertumbuhan dan produktifitasnya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_Perdagangan_Bebas_ASEAN
http://nurhayati18209022.blogspot.com/2010/04/perjanjian-acfta-di-indonesia.html
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/141259-acfta__ri_china_bikin_tujuh_kesepakatan
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1597
Ditulis Oleh: Rochimudin ~ Untuk Pendidikan Indonesia
Artikel ACFTA (Kawasan Perdagangan ASEAN-Cina)
Semoga bermanfaat.
Terimakasih atas kunjungan dan kesediaan Anda membaca artikel ini.
Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar baik FB comment maupun comment di blog. Sebaiknya berikan comment selain di FB comment agar cepat teridentifikasi.
artikelnya bermanfaat pak, tapi tolong lebih dipersingkat dan diperjelas agar jika membaca langsung pada pokok/intinya
BalasHapusterima kasih atas sarannya.
HapusMenurut saya ACFTA itu merugikan Indonesia karena perjanjian yang diakibatkan dalam ACFTA membuat produk-produk China membanjiri pasar Indonesia, sehingga produk lokal tidak dapat bersaing dengan produk dari negara-negara lain. Seharusnya pemerintah membatasi produk China agar pasar domestik tetap dikuasai oleh produk Indonesia sendiri (Rochanisa Sita Arifani, XI IPA 6 / 28)
BalasHapusMemang ada dampak negatifnya itu, tapi yang lebih penting memberdayakan industri lokal dan nasional agar dapat bersaing.
Hapus