Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Konvensi
Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC-United Nations Framework Convention on Climate Change) adalah kesepakatan
internasional tentang penanganan perubahan iklim. Tujuan
UNFCCC adalah menstabilkan konsentrasi GRK di lapisan udara pada tingkat yang
tidak membahayakan sistem iklim global (Pasal 2).
Kesepakatan yang biasa
disebut Konvensi Perubahan Iklim ini ditetapkan pada 1992 sebagai salah satu
hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil. Konvensi ini
terdiri dari 26 pasal dan dua lampiran atau Annex.
Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober 2003)
Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.
Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.
Protokol Kyoto dari Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim (Kyoto Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate Change) adalah kesepakatan yang mengatur upaya penurunan emisi GRK oleh negara maju, secara individu atau bersama-sama. Protokol ini disepakati pada Konferensi Para Pihak Ketiga (COP III) yang diselenggarakan di Kyoto pada Desember 1997 Protokol Kyoto adalah sarana teknis untuk mencapai tujuan Konvensi Perubahan Iklim. Jadi protokol ini menetapkan sasaran penurunan emisi oleh negara industri sebesar 5% di bawah tingkat emisi 1990 dalam periode 2008-2012.
Konvensi adalah seperti Undang-undang dan Protokol adalah penjabaran langkah-langkah lebih rinci dan spesifik untuk mencapai tujuan dari undang-undang layaknya sebuah peraturan pemerintah.
Jadi Protocol Kyoto adalah penjabaran sebagian ketentuan dalam Konvensi Perubahan Iklim. Negara yang meratifikasi sebuah protokol akan terikat secara hukum untuk melaksanakan ketentuan di dalamnya.
Konvensi adalah seperti Undang-undang dan Protokol adalah penjabaran langkah-langkah lebih rinci dan spesifik untuk mencapai tujuan dari undang-undang layaknya sebuah peraturan pemerintah.
Jadi Protocol Kyoto adalah penjabaran sebagian ketentuan dalam Konvensi Perubahan Iklim. Negara yang meratifikasi sebuah protokol akan terikat secara hukum untuk melaksanakan ketentuan di dalamnya.
Emisi CO 2 |
Protokol Kyoto terdiri dari 28 pasal dan dua lampiran (annex) serta menetapkan penurunan emisi GRK akibat kegiatan manusia,mekanisme penurunan emisi, kelembagaan, serta prosedur penataan dan penyelesaian sengketa. Annex A mencantumkan jenis GRK yang diatur protokol yaitu: karbondioksida (C02), metana (CH4), nitrogen oksida (N20), hidrofluorokarbon (HFC), Perfluorokarbon (PFC) dan sulfur heksaflourida (SF6) beserta sumber emisinya seperti pembangkit energi, proses industri, pertanian dan pengolahan limbah.
Negara berkembang tidak diwajibkan menurunkan emisi tetapi bisa melakukannya secara sukarela dan diminta melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang lebih bersih dan lebih ramah iklim. Untuk itu, negara maju diwajibkan memfasilitasi alih teknologi dan menyediakan dana bagi program pembangunan berkelanjutan yang ramah iklim.
Negara berkembang tidak diwajibkan menurunkan emisi tetapi bisa melakukannya secara sukarela dan diminta melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang lebih bersih dan lebih ramah iklim. Untuk itu, negara maju diwajibkan memfasilitasi alih teknologi dan menyediakan dana bagi program pembangunan berkelanjutan yang ramah iklim.
Status Persetujuan
Pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh emisi. Negara-negara tidak perlu menanda tangani persetujuan tersebut agar dapat meratifikasinya: penanda tanganan hanyalah aksi simbolis saja. Daftar terbaru para pihak yang telah meratifikasinya ada di sini.
Menurut syarat-syarat persetujuan protokol, ia mulai berlaku "pada hari ke-90 setelah tanggal saat di mana tidak kurang dari 55 Pihak Konvensi, termasuk Pihak-pihak dalam Annex I yang bertanggung jawab kepada setidaknya 55 persen dari seluruh emisi karbon dioksida pada 1990 dari Pihak-pihak dalam Annex I, telah memberikan alat ratifikasi mereka, penerimaan, persetujuan atau pemasukan." Dari kedua syarat tersebut, bagian "55 pihak" dicapai pada 23 Mei 2002 ketika Islandia meratifikasi. Ratifikasi oleh Rusia pada 18 November 2004 memenuhi syarat "55 persen" dan menyebabkan pesetujuan itu mulai berlaku pada 16 Februari 2005.
Hingga 3 Desember 2007, 174 negara telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia dan 25 negara anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Ada dua negara yang telah menanda tangani namun belum meratifikasi protokol tersebut:
- Amerika Serikat (tidak berminat untuk meratifikasi)
- Kazakstan
Apa Saja Mekanisme Protokol Kyoto?
Protokol Kyoto menyatakan bahwa negara Annex I pada Konvensi Perubahan Iklim harus mengurangi emisi melalui kebijakan dan langkah-langkah di dalam negeri, antara lain meningkatkan efisiensi penggunaan energi, perlindungan perosot (peresap) GRK, teknologi yang ramah iklim dsb. Selain itu, untuk memudahkan negara maju memenuhi sasaran penurunan emisi, Protokol Kyoto juga mengatur mekanisme fleksibel, yakni:
1. Implementasi
Bersama (Joint Implementation);
Yaitu
mekanisme penurunan emisi dimana negara-negara Annex I dapat mengalihkan
pengurangan emisi melalui proyek bersama dengan tujuan mengurangi emisi akibat
kegiatan manusia atau yang meningkatkan peresapan GRK (Pasal 6). Hal ini dapat dilaksanakan
dengan beberapa persyaratan, yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut
hanya bersifat tambahan dari langkah-langkah yang diambil di tingkat nasional
untuk memenuhi target pengurangan emisi.
Konsep
yang mendasari mekanisme Kyoto ini adalah teori ekonomi klasik yaitu dengan input yang sekecil mungkin diharapkan
akan memperoleh output yang sebesar
mungkin, karena itu JI akan mengutamakan cara-cara yang paling murah atau yang
paling menguntungkan bagi yang menanamkan modalnya.kegiatan JI akan didanai
oleh sektor swasta untuk menghasilakn ERU(Emission
Reduction Unit).
Pada
awalnya perundingan tentang JI menimbulkan perdebatan yang sengit mengenai
kemungkinan dimasukkannya negara berkembang dalam mekanisme ini. Negara-negara
anggota OPEC menolak dengan alasan akan menjauhkan negara maju dari kemungkinan
menandatangani Protocol Kyoto. India dan Cina mengharapkan kekompakan G77+Cina
dan akhirnya memutuskan bahwa negara berkembang tidak akan ikut dalam JI
dibawah Protocol Kyoto. Dalam konsultasi internal dikemukakan
4 alasan mengapa negara berkembang harus menolak JI :
- Biaya transaksi yang tinggi, sehingga mengurangi keuntungan negara berkembang.
- Tidak jelasnya penentuan garis awal sebelum proyek dilaksanakan dan kemungkinan adanya kebocoran (leakage) yang mendorong terjadinya kolusi antara kedua belah pihak.
- Isu kesetaraan yang sulit dipertahankan karena negara maju akan mengubah strateginya jika biaya proyek JI sudah terlalu mahal, sementara negara berkembang belum siap memasuki industri rendah emisi yang teknologinya belum dikuasai.
- Menurut pandangan G77+Cina, JI adalah bentuk neokolonialisme yang harus ditolak karena negara-negara maju akan memiliki posisi tawar yang makin kuat karena kemampuan teknologinya semakin baik, sementara emisinya dibayar dengan murah di negara berkembang.
2. Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism--CDM)
Negara-negara
maju yang berkomitmen untuk membatasi atau menurunkan emisi diperbolehkan oleh
Protokol Kyoto untuk bekerjasama dengan negara lain, termasuk dengan negara
berkembang. Antar negara-negara maju,
mekanisme kerjasama ini terjadi melalui Emissions Trading (ET) atau Joint
Implementation (JI). Antara negara maju
dan negara berkembang, melalui Clean Development Mechanism (CDM). Negara-negara maju yang harus membatasi atau
menurunkan emisinya harus mendapatkan sertifikasi penurunan emisi, dikenal juga
secara generik sebagai kredit karbon atau carbon credits. Untuk CDM, kredit karbon ini disebut
Certified Emissions Reduction, CER.
Transfer sertifikasi penurunan emisi ini biasanya melalui perdagangan,
dengan harga yang ditentukan oleh pasar sesuai dengan tingkat permintaan dan
pasokan dari sertifikasi itu. Mekanisme
kerjasama ini melahirkan sebuah pasar yang biasa disebut sebagai “pasar karbon”
(carbon market).
Tatakelola
CDM di tingkat internasional dikendalikan oleh CDM Executive Board (EB) yang
beranggotakan 10 anggota tetap dan 10 anggota alternate. EB dibantu oleh lima panel teknis, yaitu
Panel Metodologi, Panel Proyek Skala Kecil, Panel Akreditasi, Panel Penerbitan
Sertifikasi, dan Panel Land Use dan Kehutanan.
EB juga dibantu oleh dua Designated Operational Entity (DOE) dari pihak
swasta, yaitu satu untuk memvalidasi dokumentasi desain proyek (Project Design
Document), dan satu untuk memverifikasi terjadinya penurunan emisi.
Entitas
publik atau swasta di negara berkembang dapat dengan sukarela menurunkan emisi
melalui proyek CDM. Penurunan emisi ini
diukur dari sebuah “baseline” (tingkat emisi hipotetis jika proyek CDM tersebut
tidak ada) dan sertifikasi dari penurunannya dapat dijual kepada entitas publik
atau swasta di negara maju untuk diklaim oleh entitas tersebut sebagai
pemenuhan kewajiban penurunan emisinya.
Pertumbuhan
pasar CDM sangatlah pesat. Tahun 2008
lalu diperkirakan bernilai $20 miliar.
Tahun 2007 $12 miliar, naik dua kali lipat dari $6 miliar pada 2006. Diperkirakan pada 2012 pasar CDM akan
meningkat hingga $60 miliar per tahun.
Permintaan sertifikasi penurunan emisi sekitar 3.5 miliar ton pada
perioda komitmen pertama 2008 – 2012.
Proyek-proyek yang telah terdaftar pada EB berpotensi untuk menghasilkan
sekitar 1.5 miliar ton, dengan proyek yang sedang dalam proses pendaftaran
menyumbang sekitar 1 miliar ton lagi hingga 2012. CERs yang telah diterbitkan oleh EB baru
sekitar 200 juta ton.
Clean
Development Mechanism (CDM) adalah satu-satunya mekanisme di bawah Protokol
Kyoto yang memberikan kesempatan kepada negara-negara berkembang untuk ikut
serta. Protokol Kyoto (Pasal 12)
mendefinisikan dua sisi mata uang tujuan CDM ini, yaitu:
… to assist Parties not included in Annex I
in achieving sustainable development and in contributing to the ultimate
objective of the Convention, and to assist Parties included in Annex I in
achieving compliance with their quantified emission limitation and reduction
commitments under Article 3.
Interpretasi
dari dua sisi tujuan CDM ini adalah bahwa untuk negara berkembang (negara yang
tidak terdaftar dalam Annex I) mencapai pembangunan berkelanjutan dan
bersumbangsih dalam pencapaian tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim. Untuk negara industri (negara “Annex I”),
mencapai ketaatan (compliance) pada komitmen terkuantifikasi mereka untuk
membatasi dan menurunkan emisi sesuai dengan Pasal 3 Protokol Kyoto.
Prosedur
pelaksanaan CDM
Setelah
ERPA ditandatangani, dan proyek dianggap layak untuk dikembangkan, maka tahap
pertama dalam pengembangan proyek CDM adalah pembuatan Project Design Document
(PDD), yaitu sebuah dokumen yang menggambarkan proyek CDM itu dengan
detail. Proyek CDM harus benar-benar
menghasilkan penurunan emisi yang terukur dan dengan manfaat jangka panjang.
Pasal
12, paragraf 5 dari Protokol Kyoto menyebutkan bahwa penurunan emisi harus
berdasarkan pada partisipasi sukarela dari para pihak yang terlibat, manfaat
yang sebenarnya, terukur, dan jangka-panjang dalam kaitannya dengan mitigasi
perubahan iklim. Penurunan emisi ini harus
additional (tambahan) dari emisi yang bakal terjadi jika kegiatan proyek CDM
ini tidak dilakukan.
Artinya,
harus dibuktikan bahwa penurunan emisi ini tidak akan terjadi tanpa adanya
proyek CDM ini. Additionality ini adalah
sebuah konsep mutlak yang harus dibuktikan oleh semua proyek CDM dalam
PDDnya. Hampir semua proyek yang
ditolak oleh EB adalah mereka yang tidak dapat membuktikan additionality. Proses validasi ini bisa berlangsung lama —
bahkan ada yang lebih dari satu tahun.
Setelah validasi, sebuah konsultasi publik harus dilakukan di tempat
proyek itu dikembangkan.
Komentar-komentar masyarakat terhadap proyek CDM itu harus
didokumentasikan bersama-sama dengan rencana pengembang proyek untuk meresponsnya. Akhirnya, proyek ini harus mendapatkan
persetujuan dari Designated National Authority (DNA).
Setelah
itu, proyek ini akan didaftarkan pada EB untuk diakui sebagai sebuah proyek
CDM. Pendaftaran dilakukan dengan
mengajukan PDD yang telah final berikut laporan validasi, surat persetujuan dari
DNA, serta dokumentasi konsultasi publik.
Dibantu oleh Sekretariat, panel-panel, serta reviewers, EB akan
mengevaluasi dokumentasi ini untuk menyetujui, menyetujui dengan syarat,
meminta review, atau menolaknya sebagai proyek CDM.
Sesudah
proyek ini terdaftar, maka penghitungan penurunan emisi dapat dimulai. Pada tahap ini, peran monitoring sangatlah
penting. Semua harus terukur dengan alat
ukur yang presisi dan terkalibrasi dengan baik dan teratur. Hasilnya pun harus terdokumentasikan dengan
baik. Hasil monitoring inilah yang akan
diperiksa oleh DOE untuk memverifikasi penurunan emisinya, dan berdasarkan
laporan verifikasi itu, sertifikasi penurunan emisi dapat diterbitkan oleh EB.
Tata
Kelola CDM--Executive Board
Tatakelola
CDM di tingkat internasional dikendalikan oleh CDM Executive Board (EB) yang
beranggotakan 10 anggota tetap dan 10 anggota alternatif. EB dibantu oleh lima panel teknis, yaitu
Panel Metodologi, Panel Proyek Skala Kecil, Panel Akreditasi, Panel Penerbitan
Sertifikasi, dan Panel Land Use dan Kehutanan.
EB juga dibantu oleh dua Designated Operational Entity (DOE) dari pihak
swasta, yaitu satu untuk memvalidasi dokumentasi desain proyek (Project Design
Document), dan satu untuk memverifikasi terjadinya penurunan emisi.
EB
akan menentukan apakah sebuah proyek layak didaftarkan sebagai proyek CDM atau
tidak. Keputusan EB adalah final dan
tidak dapat diganggu gugat. Untuk
mengambil keputusan-keputusan penting mengenai proyek CDM, EB bertemu tujuh –
delapan kali setahun.
3. Perdagangan Emisi (Emission Trading);
Ini
adalah mekanisme perdagangan emisi yang hanya dapat dilakukan antar negara
industri untuk memudahkan mencapai target. Negara industri yang emisi GRK-nya
di bawah batas yang diizinkan dapat menjual kelebihan jatah emisinya ke negara industri
lain yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Skema ini selanjutnya dikenal
dengan nama perdagangan emisi (Emission
Trading,ET) dengan komoditas berupa unit jatah emisi (Assigned Amount Unit,AAU). Namun demikian, jumlah emisi GRK yang
diperdagangkan dibatasi agar negara pembeli emisi harus tetap memenuhi
kewajiban domestiknya dan sesuai dengan ketentuan Protocol Kyoto. ET harus
diperlakukan sebagai suplemen atas kegiatan domestik tersebut. Hal ini diatur
dalam Pasal 17 Protocol Kyoto.
Pasal-pasal Protocol Kyoto yang terkait dengan implementasi ET adalah:
- Pasal 3.10, yang menetapkan bahwa ERU yang diperoleh dari JI atau sebagian jatah emisi dapat ditambahkan kepada suatu pihak apabila pihak tersebut mendapatkannya dari pihak lain sesuai dengan pasal 6 dan 17.
- Pasal 3.11, yang menetapkan bahwa ERU yang diperoleh dari JI atau sebagian jatah emisi dapat dikurangkan dari suatu pihak apabila pihak tersebut mengalihkannya kepada pihak lain sesuai dengan pasal 6 dan 17.
- Pasal 17, yang menetapkan bahwa negara-negara yang dapat terlibat dalam ET adalah para pihak yang termasuk dalam Annex B yang terdiri dari OECD, negara-negara Eropa Tengah dan Timur dan bekas Uni Soviet.
Ada dua syarat utama agar Protokol Kyoto berkekuatan hukum:
1. Protokol harus diratifikasi oleh sedikitnya 55
negara yang sudah meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim
2. Jumlah emisi total dari negara-negara Annex I yang
meratifikasi protokol minimum 55% dari total emisi mereka pada 1990. Pada 23
Mei 2002, syarat pertama dipenuhi ketika Islandia menandatangani protokol
tersebut. Kemudian pada 18 November 2004 Rusia meratifikasi Protokol Kyoto dan
menandai jumlah emisi total dari negara Annex I sebesar 61.79%. Ini berarti
semua syarat telah dipenuhi dan Protokol Kyoto akhirnya berkekuatan hukum 90 hari
setelah ratifikasi Rusia, yaitu pada 16 Februari 2005.
Kenapa Amerika Serikat dan Australia tidak meratifikasi Protokol Kyoto?
Pemerintah
AS dan Australia menolak meratifikasi Protokol kyoto karena khawatir akan mengganggu
pertumbuhan ekonomi dan mengurangi lapangan pekerjaan. Mereka juga tidak
sepakat apabila negara berkembang, terutama yang dianggap sebagai berpotensi menjadi
penyumbang emisi GRK (India, China dan Brazil, misalnya) tidak diwajibkan
menurunkan emisi. Hal ini membuat Protokol Kyoto ”agak
pincang” karena usulan mekanisme fleksibilitas terutama tentang perdagangan
emisi justru berasal dai AS.
Apakah Protokol Kyoto bisa memenuhi target?
Banyak
pakar berpendapat walaupun sudah ada prosedur untuk implementasinya, Protokol
Kyoto dapat dikatakan belum efektif dapat mengurangi emisi GRK. Hal ini karena
jumlah negara maju yang meratifikasi belum memenuhi
persyaratan. Saat ini 109 negara sudah meratifikasinya, tetapi emisi 24 negara
maju yang terdapat di dalamnya baru mencapai 43%. Padahal, baru dapat dikatakan
efektif apabila pengurangan emisi minimum 55%. Dalam salah satu pertemuan di
PBB, wakil dari Brazil mengatakan bahwa emisi justru meningkat dua kali lipat
dibandingkan ketika Konvensi Perubahan Iklim ditandatangani pada 1992.
Alasan
utama mengapa kesepakatan iklim tidak efektif adalah karena kedua perjanjian ini
sebenarnya tidak merundingkan pengurangan emisi secara tuntas. Sebaliknya keduanya
adalah bagian dari tawarmenawar yang lebih luas antara negaranegara kaya dan
negara miskin, perebutan sumberdaya dan hak untuk menggunakan energi, dan
persaingan ekonomi (Sonia Boehmer – Christiansen, 1994). Mekanisme
fleksibilitas memberikan ruang bagi negara maju untuk tidak melaksanakan
langkah berarti dalam menurunkan emisi dalam negeri, tetapi justru menggunakan instrumen
pasar dan membuat persoalan penting ini menjadi komoditi di pasar
internasional.
Bagaimana Dengan Indonesia?
Indonesia
telah meratifikasi kedua kesepakatan iklim melalui Undang- Undang No. 6/1994
tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change
(Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim)
dan Undang- Undang No 17/2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol to The United
Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan). Setelah
meratifikasi, pemerintah Indonesia kemudian menyusun Rencana Aksi Nasional
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. Tetapi seperti banyak UU lain di
Indonesia, pelaksanaan kedua UU ini juga lemah.
Referensi:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto
- http://jejakjejakhijau.blogspot.com/2012/01/hukum-lingkungan-dari-stockholm-hingga.html
- gambar:
- gambar atas:http://www.docstoc.com/docs/19732828/Buku-ini-diterbitkan-oleh-Badan-Penelitian-dan-Pengembangan
- gambar tengah: abul-jauzaa.blogspot.com
- gambar bawah: http://id.wikipedia.org
Ditulis Oleh: Rochimudin ~ Untuk Pendidikan Indonesia
Artikel Peranan Protocol Kyoto mengendalikan laju global warming
Semoga bermanfaat.
Terimakasih atas kunjungan dan kesediaan Anda membaca artikel ini.
Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar baik FB comment maupun comment di blog. Sebaiknya berikan comment selain di FB comment agar cepat teridentifikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar